Hari itu hujan dari siang sampai malam, padahal kita janjian jam 6 sore untuk ketemu di kafe favorit. Ketika hujan mulai reda, aku telpon Momon (begitu sebutanku untuknya) untuk pergi sesegera mungkin sebelum hujan kembali deras. Tapi, dia bilang untuk melihat keadaan sebentar lagi karena di tempat dia hujan masih deras. Ternyata, benar saja. Hujan malahan semakin deras sampai 2 jam ke depan dan akhirnya kami bertemu di kafe jam 8 malam.
Pas aku datang, Momon marah-marah. Soalnya aku telat setengah jam hehehe. Dia sindir aku sambil memberengut kesal. Aku tidak minta maaf dan tertawa mendengar kata sindirannya. Mataku lalu menyisir keadaan kafe di sekitar kami yang bisa dibilang sangat ramai. Padahal, seingatku, kafe itu selalu lengang jika aku datang. Aku kaget dan mengaku sedikit beruntung bisa mendapatkan tempat duduk di sana (tentu itu berkat Momon yang datang lebih cepat). Aku pun berbicara cukup lama dengan Momon dan bilang padanya ingin mencoba ramalan tarot yang ditawarkan di dalam kafe. Aku meminta pendapatnya, apakah itu pantas? Jika mengingat kami berdua adalah umat beragama yang tidak diperbolehkan melakukan hal-hal seperti itu. Aku bukannya apa-apa. Aku hanya penasaran karena tidak pernah mencoba meramal sebelumnya. Aku juga ingin ada bahan lelucon ketika nanti si peramal itu salah menjabarkan hidup dan masa depanku. Momon bilang terserah aku. Aku lalu langsung mendaftar tanpa keraguan di meja kasir dan kembali ke meja kami.
”Mbak ya yang mau diramal tarot?” Seorang bapak setengah baya mendatangi meja kami sambil membawa kain hitam dan kotak kayu. Aku menjawab pertanyaannya dengan mempersilahkannya duduk di sampingku dan menarik minuman makananku yang memenuhi meja. Bapak yang dipanggil Mas Jay ini kemudian menaruh kain hitam di atas meja dan membuka kotak kayu yang berisikan 2 gepok kartu besar dan kartu kecil.
“Kamu mau diramal apa?” Kata Mas Jay antusias sambil mengocok kartu besar yang kuminta (sebelumnya dia memintaku untuk memilih kartu kecil atau besar. Aku bilang aku mau kartu besar). Terus terang, aku bingung kalau ditanya seperti itu. Aku hanya ingin dia meramal masa depanku. Tapi, masa depan itu abstrak, bukan? Begitu banyak pertanyaan bodoh yang ingin kutanyakan, tapi di sebelahku ada Momon.
”Mas, kalau orang ngeramal ama Mas, mereka biasanya minta diramal apa?” tanyaku bodoh. Aku bisa melihat si Momon mendengus geli mendengar pertanyaanku yang membingungkan. Pastinya dia berpikir, ’mau diramal kok malah bingung?’ Ya itulah, aku. Si anak aneh hehehe.
”Biasanya orang mau diramal soal karier atau jodoh!”
”Ya udah, nes. Jodoh aja! Biar lo cepet kawin!” seru Momon bersemangat. Aku juga tidak tahu kenapa si Momon begitu gerah dengan status jombloku. Asal ketemu teman cowoknya di manapun, pasti selalu dikenalkan padaku dan digoda-goda, ‘Mbok ya tanya nomor telponnya!’ kata Momon di satu kesempatan ketika bertemu temannya di jalan, atau ‘Eh, ines bilang dari dulu cari dokter loh. Untuk menjamin masa depan.’ Katanya lagi pada seorang dokter fresh graduate di dalam suatu acara gereja. Seandainya dia tahu. Kalau setiap kali dia melakukan itu padaku, rasanya ingin kuikat dia dan kulem mulut cabenya, lalu melemparnya ke jurang xixixixixi.
“Mas, saya mau diramal karier deh.” Akhirnya, aku memutuskan. Aku disuruh mengambil 3 kartu dan memberikannya pada Mas Jay. Pria berkacamata itu sempat diam beberapa saat dan kemudian mulai berbicara. Dia bilang padaku kalau selama hidupku aku selalu berada di bawah kekangan papaku. Dan papaku telah merancang rencana ke mana aku akan bekerja setelah lulus. Kemungkinan besar, aku tidak akan bisa menolak papaku dan akhirnya bekerja sesuai keinginan dia. Mas Jay juga bilang di pekerjaan itu nanti, aku tidak menemukan jiwaku dan akhirnya aku mengalami keterpurukan emosi yang berkepanjangan dan memang sebaiknya aku keluar dari pekerjaan tersebut, walau pekerjaan itu akan mendatangkan materiil yang terbilang banyak. Dalam hatiku, aku bertanya. Bagaimana bisa Mas Jay tahu soal papa dan pekerjaan yang ditawarkan padaku? Gilaaa..... Tapi yang lebih mengagetkan adalah....aku dianjurkan untuk keluar dari pekerjaan itu dan menemukan pekerjaan baru yang membawaku pada puncak kesuksesan. Ketika kutanya, pekerjaan apakah itu, Mas Jay menyuruhku untuk mengambil 1 kartu lagi.
Dia bilang, pekerjaan yang membawaku sukses adalah yang berhubungan dengan dunia.....
F-I-N-A-N-S-I-A-L
Momon tertawa.
Aku terdiam seribu bahasa.
Aku tahu, Momon saja tahu kalau aku tidak pandai mengatur keuanganku sendiri. Lalu, bagaimana ceritanya aku bisa terjun dalam dunia finansial? Aku pun mulai meragukan ilmu si tukang tarot. Tak mungkin lah yauuuu. Aku pun protes pada Mas Jay kalau aku sebenarnya ingin terjun di dunia seni, entertainment, atau menjadi orang di belakang layar. Tapi, Mas Jay bilang kalau finansial yang dia maksud mungkin berhubungan dengan dunia itu. ’Yeah, whatever’ pikirku. Lalu, aku meminta untuk diramalkan jodoh. Si Momon terkekeh ketika mendengar permintaanku.
Tiga kartu terpampang di depan Mas Jay.
Dia bilang......
”Orang yang kamu sukai saat ini adalah orang yang cerdas dan sangat aktif dalam organisasi mungkin, atau dalam hubungan sosial yang luas.”
Damn. Dia benar lagi.
”Dia orang yang selalu berpikir rasional, berhasil dalam studinya dan seorang pemimpin dalam komunitasnya. Sayangnya, kamu merasa ada sesuatu yang menahan kamu untuk mendekati dia. Kamu sepertinya minder terhadap dia. Padahal kamu tuh punya sesuatu yang selalu menarik bagi dia. Tapi, kamu tidak tahu itu. Ada kesempatan kalau kamu mau berusaha, tapi memang persaingannya tidak gampang. Karena begitu banyak gadis yang juga tergila-gila padanya.”
Ya, Tuhan. Kenapa Mas Jay bener lagi sih? Dan juga, kenapa dia ngomong itu pas ada Momon di sebelah? Haduh! Ketahuan deh! Yang soal minder itu pun bener, walau aku ngga mau mengakuinya. Habisnya, he’s so damn perfect seh. Dan, aku tahu diri tentu saja. Aku lebih memilih mundur daripada nanti malah menggandeng gelar ‘cewe genit’ atau gelar apapun kalau aku tetap ngotot untuk mendapatkan dirinya. Jadi, lebih baik mengagumi dari jauh kan’? Pedih sih emang. Pedih banget. Apalagi kalau aku tahu dia dekat dengan puluhan cewek yang jauh jauh jauuuuuuuh....lebih layak dari aku.
But, I love him.
Bayangkan saja. Untuk mengatakan hal ini pada orang lain saja sudah sangat sulit. Mas Jay juga bilang hal ini pula loh (red: katanya aku tak berani bilang pada temanku sendiri kalau aku mengaguminya).
Mas Jay pun lalu meneruskan ramalannya.....
”Tapi, kemudian kamu bertemu orang lain. Sepertinya, kalian nanti bertemu dalam dunia kerja. Dan dia orang yang sangat keras, disiplin, berusaha mewujudkan idealisasinya. Dia orang hukum. Mungkin juga dia jaksa, pengacara, atau polisi. Karena kartu dia, ’the justice’.”
Tawa Momon langsung meledak kayak petasan.
”Waaaa....jangan-jangan si Didi nih jodoh kamu.....Ciyeeeeee.” goda Momon. Hidih ogah banget sama Didi. FYI, Didi itu teman sekampusku di kampus hukum. Dia tuh ya cowok yang nggak banget. Kerjanya tuh narsis gituh, trus suka moto-moto ga jelas, nutupin bayangan aku pas aku lagi dipoto, majang-majang poto aku yang jelek-jelek di fb, ngata-ngatain orang, ngadu narsis ma aku. Eh plis deh yaaaa. Masih kerenan aku gituh loh, tapi masih juga dia ngotot.
Setelah itu waktu berjalan semu. Aku biarkan Momon tertawa lepas sampai puas hingga akhirnya dia berhenti sendiri dan memintaku bertanya soal ’itu’.
Apakah soal ’itu’ itu?
Jadi, begini ceritanya. Aku pernah merasakan hal-hal yang bukan berasal dari dunia ini. Yeah, beberapa orang boleh tertawa dan bialng aku pembohong. Ya, monggo. Aku ngga keberatan karena aku sendiri masih nggak yakin. Tapi, anehnya si Momon ini percaya dengan my 'hidden power'. Eh tauk-tauk, pas aku membagi keraguan padanya, dia lama-lama jadi ikutan nggak yakin kayak aku. Hahahaha.
Aku pun cerita pada Mas Jay soal itu.
Mengejutkan.
Aku belum selesai cerita...baru di saat aku bilang ‘....aku kek bisa merasakan hal yang tidak semestinya....’ Mas Jay langsung motong omonganku.
“Aku tahu kok kamu ada semacam indra keenam begitu. Dari tadi kelihatan jelas. Sepertinya itu turunan dari pihak papa kamu ya?”
Saudara-saudara. Saya kalah telak. Dia juga tahu soal itu. Dan itu benar banget. Jadi, konon katanya. Kakeknya papaku adalah dukun yang termasyhur di kampungnya. Saking tinggi ilmunya, dia sampai-sampai tidak bisa mati. (red: akhirnya dia bisa mati setelah melakukan ritual selama sebulan).
Mas Jay memintaku untuk memgambil 3 kartu lagi. Dia bilang kekuatanku ini akan semakin kuat ketika aku sudah bekerja nanti. Malahan, aku dianjurkan menjadi tukang tarot seperti Mas Jay. Pria muda itu lalu bercerita soal kehidupan masa lalunya dan membagi pengalamannya yang tidak biasa padaku. Dia juga secara langsung menyuruhku untuk lebih mempelajari bagaimana untuk mempertajam instingku dan lebih mengawasi alam atau keadaan di sekitarku yang selalu memberiku pertanda kalau ada kejadian buruk yang akan terjadi. Mas Jay juga bilang agar aku untuk bersiap-siap kalau kekuatan sixth senseku sudah sempurna. Tentu saja aku yang sekarang belum siap menerimanya. Jadi, masih butuh waktu katanya.
Hiiii........
Kalian pernah dengar tidak yang begituan?
Minta diramal, tauknya malah disuruh jadi tukang ramal.
Haduh, aneh-aneh saja pengalamanku hehehe.