Ane baru ngobrol-ngobrol ama anak remaja Amrik. Ngga tahu kenapa tiba-tiba mbak-mbak dari Malaysia tanya sama remaja Amrik itu. Kalo di-indo-in kira-kira gini,"Kehidupan SMA di sana beneran kayak Glee ngga sih?"
Semuanya protes. Ada yang bilang:
"Glee malu-maluin gw aja sebagai anak remaja Amrik."
"Ah, nggak banget. Lebay tuh'."
"Saya benci sama kehidupan yang diceritain di sana, tapi emang sih suaranya bagus-bagus."
Trus mbak-mbak Malaysia itu tanya lagi soal kehidupan SMA yang ketika makan siang membedakan meja antara yang populer, geek, atau yang aneh. Lagi-lagi semuanya protes. Ada yang bilang engga ada yang begituan, dan ada yang bilang kalo masalah diskriminasi seperti itu tidak dilakukan terbuka kek Glee.
Gw jadi ambil kesimpulan: Gila ya ternyata Amrik sama aja kek Indonesia. LEBAY SUPER DOT COM. Sama aja dong kek sinetron-shit?
Dan sejak itulah, ane jadi malas nonton Glee.
Kehidupan seorang anak manusia yang tidak biasa dan penuh keganjilan dunia yang misterius.
Selasa, 21 Juni 2011
Selasa, 14 Juni 2011
That Day I said All, He said All Too
Saya mau cerita tentang satu hari itu.
Satu hari yang sangat melelahkan.
Penyakit bulanan, sibuk, stres, masalah bertumpuk, dan... BAM-saya meledak.
Di hari itu saya berlari, menghirup rokok, dan hp di tangan.
Iseng, saya mengutak-atik hp.
BBM, Twitter, Inbox SMS, Kontak telpon, lalu namanya.
Nama seseorang yang menggaungkan nada kenangan.
Dan kata-kata berikut ini yang akan muncul di kepala saya,
"Brilliant, smart, short (lols), kind, humble...."
Jelas, saya jadi sangat merindukannya.
Karakter dia menyadarkan saya akan kaum adam lain yang sangat menyedihkan.
Dia jelas-jelas tidak seperti kaum adam tipikal.
Tiap detil dirinya membuat saya berpikir, kenapa tidak semua kaum adam seperti dia?
Saya selama ini selalu toleransi dengan sikap kaum adam.
Saya selalu diam, mendengarkan dengan sabar, berusaha mengerti, karena saya pikir bahwa semua kaum adam bersikap seperti itu dan saya tidak boleh menyalahkan mereka.
Tapi, dia membuat saya berpikir kalau tidak semua kaum adam sebrengsek yang saya kira.
Dan sikap mereka yang menyebalkan bukanlah karena kesalahan saya, tapi karena mereka sendiri.
Saya benar-benar tak tahan ingin meledak saat mengingat dia yang saya sukai.
Dan saya mencari Sang Adam tipikal yang bisa saya temukan saat itu. Sang Adam yang menyebalkan.
Dan saya menemukan salah satu adam yang saya benci.
Si mata sipit dengan raut muka sedingin es kutub utara.
Saya bilang kata-kata seperti,
"...benci..."
"...menyedihkan..."
"tukang ngeluh"
"sok tahu"
Sebenarnya, hari itu saya tidak ada masalah apa-apa dengan si mata sipit, tapi saat itu saya sedang ingin mencaci maki semua kaum adam tipikal yang menyebalkan, dan dialah orang tidak beruntung yang bertemu dengan saya di saat yang salah.
Maka, saya yang sedang kesal, menumpahkan amarah, kekesalan pada si mata sipit, orang yang selama ini saya benci.
Orang itu tidak pernah menghargai saya, tapi selama ini saya selalu baik padanya.
Orang itu selalu melabeli saya dan menghina saya, tapi saya tidak pernah menghina balik dirinya.
Orang itu selalu mengacuhkan saya, seolah-olah saya ini angin atau kabut.
Orang itu selalu menceramahi saya dan ujung-ujungnya malah merendahkan saya.
Dia selalu bertingkah seakan dirinya Superhero yang memiliki kisah hidup menakjubkan bak sinetron murahan menurut saya.
Jadi, hari itu saya bilang pada si mata sipit kalau dia itu jenis pria yang tidak perlu saya hormati lagi.
Saya bilang, mulai hari itu dia tidak perlu bicara lagi pada saya, apalagi bicara tentang hal yang berkaitan dengan saya.
Saya bilang, saya sangat benci dia.
Waktu berjalan sangat lambat sewaktu saya berhenti berkata-kata.
Lalu tiba saatnya dia kemudian berkata-kata.
Dia bilang dia sengaja begitu.
Dia sadar kalau dulu kami sangat dekat dan dia sengaja membuat jarak.
Dia bilang, dia juga benci saya karena dulu di saat dia butuh saya, saya tidak ada buatnya.
Dia bilang, dia benci saya karena saya hanya datang padanya ketika saya hanya ada perlu dengannya.
Dia bilang, dia kemudian bertekad menjadi orang yang saya benci karena dia mulai menyukai saya, padahal dia sudah mempunyai seseorang yang istimewa di sampingnya.
Saya kaget.
INI BUKAN FILM ATAUPUN NOVEL.
Tapi, bagaimana bisa orang yang saya benci ternyata malah menyukai saya?
Saya tertawa keras-keras.
Terus-terusan saya tanya ke dia, "Kamu suka saya? Kamu?"
Sambil tertawa nyaris guling-guling di atas lantai.
Dia pun kesal dan kemudian pergi begitu saja.
Saya sungguh tidak bisa berkata apa-apa padanya, kecuali suara tawa yang membahana.
Saya tidak menyangka orang yang sangat menyebalkan seperti dia, yang selalu menghina-hina saya dan selalu merendahkan saya, ternyata dia menyukai saya.
Dan sungguh. Saya bersyukur dia pergi begitu saja setelah mengatakan perasaannya.
Kalau dia menuntut tanggapan saya atas perasaan dia, saya cuman akan mengatakan kata-kata yang menyakitkan.
Karena saya benar-benar tidak ada perasaan padanya.
Kalaupun dia memiliki perasaan yang serius pada saya, dia seharusnya memutuskan hubungannya dan mulai mendekati saya, bukannya malah membuat saya membencinya agar perasaan dia menghilang.
Tapi, entahlah.
Sejak saat itu, saya tidak bisa bertahan untuk tersenyum lebar seperti orang gila.
Dia suka saya?
Oh God, yang benar saja.
Setahu saya, he's so into Physical banget.
And I'm quite far from his Physical's requirement.
His fiancee is so much pretty, while I'm fat and I'm nothing like his fiancee.
Deep down in my heart, saya ngerasa...
Meski sekalipun dia memutuskan hubungan dengan tunangannya, dan kemudian dia mendekati saya, dia tetap tidak akan bisa mendapatkan hati saya.
But instead, saya hanya akan mempermainkannya seperti yoyo.
Maju dan mundur tak jelas.
Saya butuh dia, tapi saya tak cinta dia.
Saya tidak mau terlalu dekat dengannya, tapi juga tidak mau melepaskan dia.
Setidaknya begitu perasaan saya ketika saya masih dekat dengannya dulu.
Sebelum saya membenci dia dan dia mulai bertingkah sangat menyebalkan.
So, begini lebih baik.
Jauh lebih baik.
Langganan:
Postingan (Atom)