Selasa, 24 Mei 2011

Second or Third




I must to say that I've been obsessed to find such perfection in a guy. Saya tahu bahwa di dunia ini tidak ada seorangpun yang sempurna, but yet I'm hungry for it. Dreaming for it. Fantasize for it.

Saya 'pikir' saya sudah menemukan kesempurnaan itu. Dan hal itu terjadi beberapa kali. Puncaknya ketika saya bertemu dengan pria yang saya bicarakan belum lama ini. Remember Ikkyu-san? Or should I say dokterbrengseksialan? Dia tampan, baik, pintar dan jika dilihat dari statusnya (lihat nama julukan yang saya berikan), tentu dia pilihan yang tidak jelek, bukan'? But, once again, time proves that such a perfection is only true to certain people, and apparently I'm not included in that kind of 'certain people'.

Saya benci Ikkyu-san. Oh, tunggu dulu. Saya pikir tidak juga. Mungkin bisa dibilang saya kecewa berat padanya. Sangat. Maafkan saya jika saya tidak bisa mengatakan alasannya secara gamblang karena hal ini sangat pribadi.

Entah karena alasan ini atau mungkin karena alur pikiran saya mulai membaik belakangan ini, saya mulai menghargai orang-orang di sekitar saya yang tidak pernah saya pikir akan melihatnya dari sudut pandang yang berbeda seperti sekarang ini.

Sebut pria yang akan saya bicarakan ini D. D secara fisik tidak menarik. Dia lebih pendek dari saya sekitar 6-8 cm. Kecil, mungil, bisa dimasukkan ke dalam kantong--ups, salah. Hampir saja saya menggambarkannya seperti kurcaci hehe. Dia memang tidak menarik, namun ada sisi lain dari dirinya yang selalu menarik orang-orang hingga kami pun tak tahan untuk lari ke sisinya.

D tidak sama seperti pria lain yang pernah saya temui. Sebut saja ini asumsi saya akan kebutuhan pria kebanyakan untuk diakui oleh orang-orang sekitarnya. Saya sering menemui pria yang menyombongkan jerih payahnya dalan menjalani kehidupan. Mereka sering menyombongkan bagaimana mereka merebut prestasi dan berlagak seolah-olah mereka pahlawan, peran utama dalam sejarah dunia yang pahit ini. Tapi, D berbeda.

Pernah satu kali ia kemukakan bahwa ia sedang memiliki masalah yang pelik. Tapi, ketika saya tanya dia punya masalah apa, dia bilang pada saya, "Percuma gw bilang ama kamu tentang masalah gw karena gw tahu cuma gw sendiri yang bisa selesaikan masalah gw sendiri."

I was incredibly amazed by his words, tapi jujur, saya juga kecewa mendengarnya.

"D, kamu ngga percaya sama aku?"

"Ini bukan masalah percaya atau ngga percaya, tapi masalah pikiran gw yang mumet karena masalah ini, tapi gw sendiri tahu kalaupun gw bilang sama orang pun ngga ada gunanya karena solusinya cuma gw sendiri yang bisa ngelakuinnya."

Saya sungguh-sungguh terkesima.

Kemandirian dia, tanggung jawab dan kebijakan dia.

Dari situ saya mulai dekat dengannya dan saya mulai menyukainya. Tapi sayangnya, dia punya keyakinan berbeda. Well, emang sih hal tersebut pun tetap aja ngga ngubah pendapat saya tentang dia. Dia tidak seperti orang penganut agama lainnya. Dia orang yang taat beribadah, namun tidak serta-merta dia menganggap bahwa hanya agamanyalah yang benar. Dia percaya bahwa semua agama benar dan semua manusia menyembah Tuhan yang sama.

FYI, saya selalu ngga habis pikir kenapa ada saja wanita yang mau menjadi pelaku poligami. Terlepas dari masalah materi dan status, kenyataan membuktikan bahwa ada saja wanita yang mau menjadi orang ketiga atau ketiga, bahkan ke-80. Tapi, sesuatu mengubah pikiran saya. Inilah alasannya.

Pernah di satu hari dalam event yang sangat melelahkan, saya melihat D (secara mengejutkam) berjalan dengan seorang wanita di sampingnya, tertawa riang dengan mata hanya terfokus ke samping sampai-sampai dia tidak lihat saya yang segede gaban menatapnya nanar, malu-malu dan sangat segan untuk memanggil namanya (iyalah, habisnya D lagi sama cewek. Saya takut ganggu D). Saya ngga sakit hati atau cemburu atau marah. Tapi, saya malah senang entah kenapa. Memori saya langsung terbang pada pembicaraan di masa lalu.

"Mana ada cewek yang mau sama gw."

Begitu kata D di tengah-tengah pembicaraan masa lampau. Saya lupa kenapa atau karena alasan apa dia tiba-tiba bicara seperti itu. Tapi, walau omongan itu dimaksudkan untuk merendah dan mungkin karena tujuannya bergurau, saya menangkap nada satir di sana. Coba deh pikir. Kenapa dia tiba-tiba ngomong kayak gitu? Tapi, saat saya melihatnya berjalan dengan cewek dengan mata terfokus seperti itu, tentu perkataan dia sudah terbukti menjadi gurauan semata.

But, no matter how, I always can't lie that I miss him. Always. I always miss him.
And I guess, if he wanted to, I won't mind if he want me to be the second or third in his life. Dia satu-satunya pria yang membuat saya tidak keberatan menjadi kedua ataupun ketiga.

Kalau dia orangnya.

Saya tidak apa-apa.

Hmmm, saya rasa sih.

(Oh Tuhan, jangan anggap serius yak permohonan yang temporer ini. Amin)

4 komentar:

  1. sing:
    jadikan aku yang kedua,
    buatlah diriku bahagia,
    walaupun kau, takkan pernah,
    kumiliki selamanya..!

    ahahahaaay..!
    (kok jadi teringat lagu itu yak?)

    BalasHapus
  2. Yaaaa... episode baru drama percintaan Inez... wuaaaaaah, what a new story.

    BalasHapus
  3. Take a risk. Dare to move. Love is a leap of faith ;p

    BalasHapus
  4. @yudi: BWAHAHAHAHA sepanjang gw nulis tulisan ini, gw emang slalu kebayang lagu itu hihihi

    @ellious: apadeh lo el. lebaaaay. Ini cerita lama sebenarnya, tapi ane baru serius mikirin hal ini baru2 aja gara2 kejdian si dokterbrengsek

    @claude: demen deh ama kata-katamu. Kalo dipikir2 emang bener.

    BalasHapus

Tuliskan kesan dan pesan anda. I only receive spam from friends only, please. Thank you.